Sabtu

Tips Memilih Keris Bagi Pemula

Tujuan memiliki keris akan mempengaruhi pertimbangan dalam memilih keris. Tujuan memiliki keris antara lain untuk investasi, koleksi/hobby atau keduanya atau mungkin juga untuk memperoleh tuah dari keris. Untuk tujuan yang terakhir sebaiknya tidak digunakan mengingat tuah tidak dapat dibuktikan (sekedar saran daripada syirik).
Sebenarnya menilai sebuah keris hampir sama dengan jika menilai sebuah lukisan. Pada orang-orang tertentu yang mempunyai citarasa seni tersendiri, kadang menilai tinggi lukisan yang menurut orang kebanyakan biasa-biasa saja. Sedangkan lukisan yang menurut orang secara umum indah, dianggap kurang bagus karena dianggap tidak ada jiwanya. Jadi disini faktor subjektivitas sangat tinggi. Lukisan dari pelukis terkenal selalu dianggap bagus, dan secara umum orang akan mem-beo bahwa lukisan tersebut bagus, apalagi jika dilihat dari latar sejarah, cara mendapatkannya serta nilai pengganti sewaktu memperolehnya. Padahal kadang muncul pola pemasaran yang tidak sehat melalui lelang atau pemborongan lukisan dari pelukis tertentu sehingga menjadi barang langka di pasaran sehingga memunculkan kesan lukisan dari pelukis tersebut bernilai seni tinggi dan nilai pengganti yang mahal untuk mendapatkannya. Intilah kerennya "BOM-BOM-AN"

Hal yang sama berlaku juga terhadap keris. Maka disini akan muncul penggemar yang fanatik terhadap keris tangguh tertentu atau buatan mpu tertentu. Disini pola "bom-bom-an" kadang muncul, sehingga timbul image bahwa keris tangguh tertentu atau buatan mpu tertentu adalah yang terbaik, termahal dsb. Jadi bagi pemula agar hati-hati dalam usaha mendapatkan sebuah keris, jangan terpengaruh jualan "kecap".

Tulisan ini adalah meninjau keris dari segi eksoteri (fisik keris). Hampir semua literatur selalu menganjurkan memilih keris berdasarkan tangguh, wutuh, sepuh dan ditambahi kriteria lainnya (Ensiklopedi Keris, hal 16). Ada juga yang mengembangkan menjadi Kriteria Lahiriah (TUH-SI-RAP-PUH-MOR-JA-NGUN-NGGUH), Kriteria Emosional (Gebyar, Greget, Guwaya, Wingit, Wibawa), dan Kriteria Spiritual (Angsar, Sejarah, Tayuh). Sekali lagi tulisan ini hanya membahas aspek fisik keris, karena kriterial emosional  sangat subyektif dan spiritual justru tidak dapat dibuktikan.

Pengertian Tangguh

Kadang bagi pemula agak membingungkan, terutama bagaimana menentukan tangguh dan sepuh? Kalau wutuh dapat dengan mudah dipahami, yaitu asal tidak cacat, rincikan masih lengkap, bilah dan pesi masih utuh. Yang menjadi pertanyaan mungkin apa bedanya tangguh dengan sepuh, toh tangguh selalu menunjukkan ke-sepuh-an (usia) keris.

Masih terdapat dualisme pengertian tangguh, yang pertama :
Tangguh adalah konsep penarihan waktu pembuatan keris berdasarkan bahan, bentuk dan garapan (Keris Jawa, hal 367). Tangguh adalah prakiraan gaya kedaerahan atau zaman dibuatnya sebilah keris atau tombak, yang dijabarkan dari pasikutannya, pengamatan jenis besinya, pamornya dan bajanya. Dapat disimpulkan bahwa tangguh terkait erat dengan masa pemerintahan kerajaan di Jawa dan/atau tempat dibuatnya sebuah tosan aji. Penentuan tangguh dapat ditempuh melalui pengamatan atas gaya/garap keris (bentuk ganja, bentuk sor-soran, rincikan, luk dll) serta pengamatan atas logam. Berdasar masa pemerintahan, muncul Tangguh  Pajajaran, Jenggala, Kahuripan, Singosari, Majapahit, Demak,  Pajang, Mataram Senopaten, Mataram Sultan Agung, Mataram Amangkuratan, Cirebon, Surakarta dan Jogjakarta. Berdasar lokasi/tempat dibuatnya memunculkan Tangguh Sedayu, Tuban, Madura Tua, (masa Majapahit), Pengging  (masa Demak-Pajang), Madura Muda, Cirebon, Madiun (masa Mataram), Surakarta dan Jogjakarta.

Yang Kedua berkaitan dengan penampilan keris (gaya), seperti yang dikatakan tangguh Pengging adalah yang luk-nya rengkol atau tangguh Segaluh gandiknya agak maju, tangguh Mataram Senopaten bilahnya mengesankan trengginas sedangkan Mataram Amangkuratan bilahnya birawa (besar, panjang dan relatif tebal). Berdasarkan hal ini maka keris yang luk-nya rengkol akan dibilang Tangguh Pengging tanpa mempertimbangkan kapan dibuat dan siapa mpu pembuatnya. Atau jika sirah cecaknya cenderung membulat, biasanya Tangguh Tuban.

Dari dua pengertian di atas, pengertian pertama yang lebih sering digunakan. Dengan demikian jika mengetahui masa pemerintahan, diketahui tangguhnya, maka diketahui pula sepuh-nya.

Bagi penggemar keris pemula, mungkin pada tahap awal akan mengalami kesulitan untuk menentukan tangguh suatu keris. Proses belajar yang paling mudah adalah dengan banyak bergaul dengan keris, dengan pengertian banyak mengamati ciri-ciri fisik keris.

Wesi (Logam Besi) dan Baja

Setelah menyatu dalam satu keris pengamatan kandungan logam pada keris lebih didasarkan pada bobot/berat keris. Makin banyak kandungan baja, maka cenderung lebih berat. Selanjutnya pengamatan terhadap baik/kurang baiknya logam, secara kasar dapat berpedoman pada berikut :

  • Logam dengan kesan basah > kering
  • Logam dengan kesan rabaan halus > kasar
  • Logam yang berurat > madas
  • Logam dengan kesan padat > berpori


  • Garap
    Pengamatan yang gampang untuk penilaian kualitas garap dapat diketahui dari aspek fisik maupun aspek estetika. Aspek fisik menyangkut, apakah pada bilah, ganja sampai dengan pesi tidak terdapat cacat bawaan sewaktu pembuatan keris. Cacat bawaan ini biasanya berwujud retakan kecil pada bilah, ganja maupun pesi. Jadi seperti jika kita menghaluskan kayu dengan ketam secara manual, kadang ada bagian yang "cowel" dan tidak halus.
    Aspek estetika berkaitan dengan :
    • Apakah pakem keris sudah benar, baik menyangkut dhapur (kelengkapan rincikan) maupun pamor
    • Untuk keris luk bagaimana dengan luk-nya, apakah serasi antara panjang, lebar dan jarak antara luk sampai ke ujung keris
    • Pada rincikan biasanya kesempurnaan garap dapat dilihat dari pembuatan kembang kacang, tikel alis, sogokan, sraweyan dan greneng (ron dha). Cacat pada kembang kacang sangat mempengaruhi nilai suatu keris.
    • Ganja dapat dilihat dari posisi bawah dan posisi samping. Perlu diperhatikan penyatuan antara bilah dan ganja, lebar ganja serta keserasian dengan bilah. Dari posisi bawah dapat diperhatikan pembuatan sirah cecak, gulu meled, wetengan sampai buntut urang apakah serasi atau tidak. Sebagai catatan, bahwa sebagian besar ganja pada keris "sepuh" akan lebih panjang dari wadidang. Ini disebabkan wadidang yang lebih tipis dari ganja mengalami ke-aus-an.
    • Pesi yang umum biasanya makin mengecil kearah ujung, tetapi ada juga yang hampir sama. Sebagai catatan, pesi pada keris "sepuh" biasanya pangkal lebih kecil dari pada yang tertanam pada ganja dan semakin ke ujung makin mengecil. Hal ini disebabkan ke-aus-an, karena seringnya dilepas sewaktu diwarangi sehingga sewaktu melepas dan menanam ke dalam dederan/pegangan timbul gesekan yang menyebabkan aus.


    Pamor

    Pamor akan dilihat dari bahan pamor, jenis pamor, kesempurnaan garap pamor yang dihubungkan dengan tingkat kesulitan pembuatan. Dari segi bahan, maka pamor meteorit menduduki nilai tertinggi disusul bahan nikel dan Luwu. Jika keris diwarangi, pamor meteorit akan menampilkan warna putih dengan gradasi yang tidak seragam, sedangkan pamor nikel akan menampilkan warna putih terang. Pamor Luwu terkesan suram. Selanjutnya pamor yang terang dengan kesan padat dan menancap kuat pada bilah dianggap lebih bagus daripada pamor "nggajih".
    Ditinjau dari jenis pamor, secara umum pamor miring dianggap lebih tinggi nilai penggantinya dibanding pamor mlumah meski tidak selalu demikian. Beberapa pamor mlumah tertentu nilainya juga cukup tinggi seperti udan mas, sekar pala, bonang sarenteng dll. Sebenarnya nilai suatu pamor sangat tergantung dari tingkat kesulitan sewaktu pembuatan. Ini yang menjawab mengapa pamor udan mas, bonang sarenteng cukup tinggi nilainya, yaitu karena tingkat kesulitannya tidak di bawah pamor miring tertentu.
    Tingkat kesulitan untuk pamor miring juga berbeda-beda. Pamor miring dengan penutup di sepanjang bilah (wengkon) pasti lebih sulit pembuatannya sehingga nilainya lebih tinggi. Pembuatan beberapa pamor miring yang tingkat kesulitannya sangat tinggi antara lain blarak sineret (wengkon), ron genduru (sungsang dan wengkon) dan eri wader.
    Dari keseluruhan nilai keris, pamor ini pengaruhnya sangat besar. Hal ini dapat dimaklumi mengingat bahan pamor yang baik cukup mahal serta tingkat kesulitan pembuatan keris sangat ditentukan dari jenis pamor yang akan dibuat.



    Dhapur

    Nilai sebuah keris tidak dapat terlepas dari hukum permintaan dan penawaran. Yang dapat diidentifikasi dari hukum permintaan dan penawaran antara lain dhapur keris dan ketersediaan keris. Berdasar pengalaman dhapur keris jenis tertentu dan dhapur keris yang cukup langka permintaannya cukup banyak. Keris luk 13 dhapur Sengkelat meski jumlahnya cukup banyak tetapi peminatnya juga sangat banyak. Keris luk 11, baik dhapur Sabuk Inten maupun Carita Keprabon peminatnya juga cukup banyak. Secara umum keris luk 13, 5 dan 3 lebih banyak peminatnya.
    Untuk keris lurus dhapur Karna Tinanding, Pasopati, dan Jalak terutama Jalak Sumelang Gandring peminatnya cukup banyak sementara ketersediaannya (yang baik) terbatas.
    Selanjutnya dhapur keris yang menggunakan stilasi hewan atau manusia pada gandiknya, biasanya mempunyai nilai lebih. Dengan garapan, logam, pamor, tangguh serta keutuhan yang hampir seimbang, keris dengan gandik naga atau singa mempunyai nilai yang sangat jauh berbeda. Urut-urutan secara umum, nilai tertinggi ada pada keris dengan gandik nagaraja (naga dengan kuluk/kupluk raja sebagaimana kepala Kresna atau Adipati Karna dalam pewayangan), diikuti Singa (Singabarong), Naga Primitif, dll.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages

Popular Posts