Rabu

Menefsirkan Dapur Keris


Orang Jawa menafsirkan bentuk dari bilah keris itu bukan sekedar untuk memberikan sajian tentang kekuatan (fisik) dan keindahan (artistik) belaka. Pada kehadiran simboliknya juga mengandung makna-makna yang mendalam, dengan pesan-pesan moral dan etika tertentu. Sebagian masyarakat memiliki keyakinan, justru dengan kandungan yang maknawiyah tersebut maka keris memiliki nilai-nilai pedagogis, dan secara terus menerus dianggap akan memiliki relevansi untuk diwariskan kepada generasi yang, lebih muda, meski keris tidak lagi menjadi senjata utama yang diperlukan di dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

Makna yang mendalam dan pesan-pesan moral serta etika. tersebut, dianggap sebagai suatu bagian dari pemikiran orang Jawa terhadap kebudayaannya, yang dahulunya merupakan bagian dari wacana kebudayaan yang dikembangkan oleh para waliyullah di tanah Jawa, terutama Sunan Kalijaga di Kadilangu. Mengenai bentuk keris beserta tafsir kultural terhadap makna simboliknya, pada masa-masa yang lebih kemudian menjadi bagian dari pengajaran tentang dunia keris, yang sejak jaman Mataram selalu diajarkan kepada masyarakat oleh para pujangga atau lurahing empu.


Termasuk di antaranya tokoh semacam Ki Nom Mataram, Pangeran Wijil (II) di Kartasura, dan oleh tim keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang dipimpin Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom, Hamengkunagara (III) (Susuhunan Pakoe Boewana V) sebagaimana dituliskan sebagai salah satu bahan pembahasan di dalam Suluk Tambangraras atau Serat Centhini.


Di dalam pada itu, unsur-unsur yang melekat dan bagan-bahan yang digunakan untuk pembuatan keris, dicandra dan ditafsirkan melalui kandungan pesan-pesannya yang bernuansa Moral dan Etik yang kuat, terutama di dalam kaitan dengan kesinambungan wilayah kehidupan mikrokosmos (jagad kecil) dan makrokosmos (jagad besar).

Pages

Popular Posts